CPNS Recruitment and Public Service
Bulan-bulan ini, rekrutmen aparatur negara yang selalu ditunggu-tunggu khalayak ramai segera tiba. Penyusunan formasi sedang dalam penggodokan di Badan Kepegawaian Negara. Pembangunan rekrutmen CPNS baru ini merupakan rencana besar dari reformasi birokrasi yang dilakukan pemerintah SBY. Formasi yang diperebutkan sebanyak 325.000 kursi, 50.000 lebih diperebutkan di pusat, dan lebih dari 275.000 kursi di daerah. Pelamar jalur umum untuk pusat dan daerah disediakan kuota 236.497 orang, termasuk di dalamnya tenaga honorer dan sekretaris desa.
Budaya pelayanan
Pelayanan publik di Indonesia masih mengadopsi pola-pola penjajahan di mana pegawai pemerintah dianggap harus dilayani bukan melayani kepentingan warganya. Konsepsi budaya ini perlu diubah sedemikian rupa sehingga tidak memengaruhi pelayanan terhadap masyarakat. Pegawai pemerintah tidak sepatutnya berpautan kepada kekuasaan tetapi pada asas-asas pelayanan yang memang perlu dijalankan oleh setiap pejabat publik baik di tingkat struktural, fungsional, atau eselon. Pelayanan prima sebagai salah satu bentuk proses pelayanan melibatkan berbagai macam faktor dan indikator.
Eko Prasojo (2009) menuliskan tiga aspek yang memengaruhi budaya kekuasaan di organisasi pemerintah saat ini. Pertama, budaya panjang kolonialisme dan penjajahan sehingga mental bangsa menjadi terbawa-bawa. Kedua, kooptasi birokrasi oleh partai politik yang menyebabkan birokrasi sebagai mesin politik yang tidak netral dan tidak profesional. Ketiga, pola pendidikan kepamongprajaan, pola budaya dan pelatihan yang berbasiskan kemiliteran (yang memang harus melayani pimpinan tertinggi) menyebabkan pola pelatihan dan budaya menjadi berkaitan di mana budaya militer dengan prinsip-prinsip pola kepemimpinan yang rapat harus menghadapi perbedaan-perbedaan keinginan masyarakat.
Jumlah PNS di Indonesia hingga akhir Juni 2009 mencapai 4,38 juta orang. Namun, rasio antara PNS dan jumlah penduduk di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN. Di Indonesia, satu PNS melayani tujuh orang. Sementara di negara lain di ASEAN, satu pegawai pemerintah melayani 2-4 orang. Pemerintah berupaya meningkatkan kesejahteraan PNS dengan menaikkan gaji mereka. Dengan sistem remunerasi yang sudah diperbaiki, sistem berikutnya yang harus ditingkatkan adalah rekrutmen yang berdasarkan kualitas sumber daya manusianya, bukan berdasarkan prinsip-prinsip kroni.
Rasio pelayanan terhadap tujuh orang untuk satu orang PNS ini menyebabkan pelayanan menjadi lama, ekonomi tinggi, dan pelayanan tidak akan maksimal. Rasio ini perlu diperjelas kembali dengan menambah dan meningkatkan kualitas pelayanan itu sendiri. Pelayanan ini perlu dibuat secara transparan dan akuntabel di mana prinsip-prinsip yang diterapkan adalah dengan menggunakan kriteria-kriteria yang diterapkan oleh Bank Dunia tentang tata pemerintahan yang baik yang mencakup partisipasi, supremasi hukum, transparansi, responsif (tanggap), membangun konsensus, kesamaan (hak dan kewajiban), efektif dan efisien, bertanggung jawab kepada seluruh masyarakat, serta memiliki visi dan strategi pelayanan yang luas dan jauh ke depan.
Risiko pelayanan
Calon PNS dari hasil rekrutmen 2009 ini diharapkan akan menjadi pengganti PNS-PNS yang akan menginjak usia pensiun ataupun yang mengundurkan diri. Posisi penggantian ini perlu rekrutmen yang mampu siap kerja dalam kondisi yang penuh tekanan. Budaya PNS yang santai dan kurang profesional harus diganti dengan pegawai yang cekatan dan cepat mampu beradaptasi dengan keadaan yang sangat rumit dan kurang jelas. Sehingga dengan kondisi ini, birokrasi dapat membaik terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Kerangka besar di pemerintah pusat sudah terbentuk untuk memperbaiki pelayan publik ini. Dengan dana Rp 18,1 triliun, bukan sistem dan kelembagaan yang perlu diambil perhatian, akan tetapi budaya sumber daya manusia yang unggul dengan kemampuan soft skill yang baik pula karena kepandaian tidak menjadi patokan bahwa seorang PNS dapat menjadi baik. Kemampuan soft skill dimaksud adalah komunikasi, negosiasi, disiplin, mental pembangun, dan mental melayani.
Selain itu, berbagai kemampuan di luar pendidikan formal juga sangat penting untuk membangun budaya pelayanan yang lebih membumi yang menjadikan masyarakat sebagai tujuan. Sementara itu, proses perubahan dalam manajemen dan organisasi yang dibungkus dalam reformasi birokrasi hanyalah proses dalam pembangunan birokrasi yang modern.***
By Drs. Asep Dewanto, S.H. (Admin) and YOGI SUPRAYOGI SUGANDI
Penulis, dosen Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Padjadjaran, Kandidat Doktor Faculty of Arts and Social Science, University of Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia.
Artikel Terkait
Posted in Artikel Pendidikan, Cpns